Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

SUKSES DALAM MEMIMPIN

Minggu, 28 Februari 2010

Prinsip hidup ibarat sebuah kompas yang selalu menunjukan arah

Leadership sangat erat kaitannya dengan visi dan misi, karena ia bersifat bergerak dan menggerakan. Umumnya leadership berarti kemampuan seseorang menciptakan visi dan misi yang jelas, detail, serta fokus, dan pada akhirnya dapat mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan.

Leadership memiliki sebuah makna yang bersifat positif dan harus dilahirkan dalam diri setiap pribadi, serta harus diimplementasikan dalam sebuah kehidupan nyata. Seorang bisa dikatakan pemimpin jika ia memiliki prinsip hidup, serta ia harus mengakui prinsip hidup ibarat sebuah kompas yang selalu menunjukan arah, tanpanya arah akan sesat dan salah.

Kepemimpinan (leadership) mencakup empat hal yang umumnya mewarnai sebuah keberhasilan dalam pelaksanannya. Keempat hal itu antara lain:

Attitude, Smart, Motivation, dan Accountability.

Attitude berkaitan dengan sikap yang positif. Seorang pemimpin harus punya integritas tangguh, karena itu sikap mutlak dan tak bisa ditawarkan. Smart artinya banyak akal, karena kecerdasan menentukan keberhasilan. Maka merupakan sebuah keharusan belajar dalam hidup. Motivasi juga nerupakan faktor terpenting menjadikan seorang menjadi pemimpin tangguh. Hal terakhir adalah accountability artinya bertanggungjawab. Bertanggungjawab mencerminkan pemimpin yang tidak mudah mengatakan menyerah dalam menghadapi segala kesulitan.

Jika keempat hal itu mampu dimiliki oleh setiap orang dan tetap mempertahankan konsistensinya maka sebuah identitas pemimpin layak diberikan. Setidaknya ia mampu memproklamirkan diri ditengah kemiskinan jiwa kepemimpinan. Kemiskinan moral yang tidak dapat dipungkiri berakar dari sebuah jiwa pemimpin yang lesu, yang sering lari dari sebuah tanggungjawab, yang tidak cerdas mencari solusi ketika begelut dalam sebuah masalah, segera mungkin dapat diatasi.

MUNGKINKAH BANGSA KITA AKAN MEMILIKI PREDIKAT KEPEMIMPINAN YANG HANDAL....?

MENGAPA HARUS BELAJAR BAHASA INDONESIA?

Rabu, 24 Februari 2010

Indonesia adalah sebuah negara pluralis. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena dalam kenyataannya keanekaragaman budaya, suku, adat/istiadat dan bahasa hidup dalam suatu organisasi besar yang disebut Negara (Indonesia). Perbedaan yang ada tidak dianggap sebagai hal yang mengancam harmonisasi kehidupan masyarakat melainkan dianggap sebagai modal utama dalam mencapai kemajuan bersama. Kenyataan historis pun membuktikan walaupun pluralisme dalam segala hal hadir dalam denyut nadi bangsa Indonesia tapi semangat kebersamaan sebagai bangsa yang dijajah mampu mengobarkan jiwa patriotisme dan pada akhirnya memproklamirkan diri sebagai bangsa yang berhak memperoleh kemerdekaan sejati.

Sebagai warga negara layaknya harus berbangga terhadap bangsa yang memandang kemerdekaan sebagai hak asasi yang tidak boleh dirampas oleh siapa pun. Perasaan bangga terhadap bangsa hendaknya ditanam dalam benak setiap generasi sehingga tidak memberikan ruang terhadap kecenderungan disintegrasi bangsa tumbuh dan berkembang.

sudah dapat dipastikan bahwa kita semua (rakyat Indonesia) sepakat menyatakan bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa kaya. Bangsa yang hidup dalam keanekaragaman namun tetap nyaring menyuarakan semboyan “BHINNEKA TUNGGAL IKA” (berbeda-beda tetapi tetap satu jua). Kekayaan bangsa sebenarnya terletak pada keanekaragaman (diversity).

Penjelasan singkat diatas sengaja saya (penulis) paparkan dengan maksud untuk menumbuhkan perasaan bangga (pride) dan rasa cinta terhadap tanah air (nasionalisme) dalam setiap diri anak bangsa. Kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa (pride and nationalism) menjadi alasan utama “mengapa harus belajar bahasa Indonesia”

Alasan kedua “mengapa harus belajar bahasa Indonesia” tidak lain tidak bukan karena bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu. Ketika setiap orang mempelajari bahasa Indonesia maka secara tidak langsung telah memperlihatkan semangat kesatuan (unity) sebagai suatu bangsa.

Alasan ketiga lebih ditekankan pada usaha untuk pelestarian, maksudnya dengan belajar bahasa Indonesia secara tidak langsung kita tetap menjaga kelestarian/keberadaannya. Kerena keberadaan bahasa Indonesia memungkinkan setiap kita berkomunikasi dalam suatu warna bahasa yang sama, yang pada akhirnya mempermudah kita menangkap ide/gagasan serta maksud yang diutarakan dari lawan bicara.

Alasan keempat “mengapa harus belajar bahasa Indonesia” adalah keinginan yang kuat untuk menunjukan jati diri bangsa terhadap dunia luar bahwa walaupun bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman bahasa daerah namun bahasa Indonesia memainkan peranan penting sebagai bahasa pemersatu, bahasa yang telah menyatukan dan mengobarkan jiwa patriotisme melawan penjajah dan pada akhirnya memproklamirkan diri sebagai bangsa yang memiliki hak asasi untuk merdeka.

kelompok jurnal akuntansi

Selasa, 23 Februari 2010

Kelompok :

Chairul Amri (21207473)

Jefry (20207600)

Vinsensius Mite (21207141)

Struktur Meta Teori Akuntansi Keuangan

(Sebuah Telaah dan Perbandingan antara FASB dan IASC)

I Made Narsa

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membahas struktur meta teori yang dipergunakan oleh FASB dan IASC dalam mengembangkan rerangka konseptual, menelaah perbedaan-perbedaan mendasar, menganalisis hambatan-hambatan yang dialami serta mengidentifikasi upaya-upaya yang harus dilakukan agar IFRS diterapkan oleh negara-negara anggota. Penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan rerangka dasar yang diatur dalam FASB dan IASC dan kemudian menganalisa hambatan yang timbul dengan adanya penerapan IFRS dan mengidentifikasi bagaimana hambatan tersebut dapat diselesaikan.

Kata kunci: globalisasi, harmonisasi, meta teori, FASB dan IASC, kerangka dasar, akuntansi keuangan

ABSTRACT

The objectives of this paper is to analyses the structure of meta-theoretical of financial accounting that was used by FASB and IASC to develop the conceptual framework for financial accounting reporting. The discussion of conceptual framework conducted by comparison of the basic different between the FASB and

IASC framework, then analyses the constraints to implement IFRS and identify the way out of the constraints faced by the body.

Keywords: globalization, harmonization, meta-theoretical, FASB Dan IASC, Conceptual framework, financial accounting

PENDAHULUAN

Linda Keslar (Zeff dan Dharan1994: 28) mengatakan, ”U.S. standards are not only too cumbersome and too costly, but downright unfair compared to those their foreign competitors have to follow. That is U.S. companies face an uneven playing field… Linda melihat betapa berbedanya aturan akuntansi yang berlaku di banyak Negara sehingga menimbulkan masalah keterbandingan laporan keuangan. Kondisi ini tentu dapat dipahami, karena dalam proses penyusunan standar akuntansi di suatu negara tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor lokal suatu negara. Wolk et al. (2001: 4) mengatakan, ”Economic conditions have an impact upon both political factors and accounting theory”. Proses ini yang menyebabkan standard dan praktik akuntansi di tiap-tiap Negara terdapat perbedaan.

Masalah dirasakan mulai muncul, ketika perkembangan teknologi mengubah dunia internasional ini menjadi sebuah global village, negara-negara seolah tanpa batas (borderless). Era ini populer dengan nama globalisasi. Dalam konteks akuntansi maka munculah akuntansi internasional yang mencoba menguraikan teori dan praktik-praktik akuntansi yang berlaku secara internasional. Harmonisasi standar akuntansi keuangan dalam wujud International Financial Reporting Standard (IFRS) berlaku secara internasional, dan dalam proses penyusunannya faktor politik dan kondisi ekonomi menjadi tidak relevan.

Kita tidak dapat memungkiri bahwa pengaruh Amerika dalam kancah internasional sangat kuat hampir dalam segala aspek kehidupan. Acapkali kita sulit membedakan mana yang internasional dan mana yang Amerika.

Tetapi lingkungan bisnis yang ada di Amerika Serikat tidaklah universal. Ada tujuh faktor yang menyebabkan perbedaan dalam pelaporan keuangan sebagaimana dikatakan oleh Nobes dan Parker (1995:11), “the following seven factors may constitute an explanation for financial reporting differences: legal system, providers of finance, taxation, the accounting profession, inflation, theory, and the accidents of history

Dengan demikian apakah standard akuntansi keuangan Amerika Serikat fit untuk lingkungan bisnis global? Inilah sumber dari masalah keterbandingan laporan keuangan. Nobes dan Parker (1995: 3) mengatakan, ”If corporate financial reporting and accounting were identical in all countries of the world, there would be no point in studying comparative international accounting

Pada lingkup global, sebenarnya ada dua badan penyusun standar yang berkaitan dengan praktik akuntansi secara internasional. Badan-badan itu adalah The International Federation of Accountant (IFAC), dan The International Accounting Standards Committee (IASC). IASC lebih berkonsentrasi untuk membuat International Accounting Standards (IASs). Sedangkan IFAC lebih memfokuskan pada upaya pengembangan International Standard Audits (ISAs), kode etik, kurikulum pendidikan, standar akuntansi sektor swasta, dan kaidah-kaidah bagi akuntan dalam berbisnis atau mereka yang terlibat dalam teknologi.

Sangat diharapkan ada sebuah standar yang dapat diterima oleh semua Negara di dunia. Dengan adanya standar yang diterima secara internasional, diharapkan laporan keuangan memiliki daya keterbandingan yang lebih tinggi antar negara. Tentu saja upaya-upaya kearah harmonisasi internasional ini bukanlah pekerjaan mudah.

Faktanya dalam dunia akuntansi saat ini standar akuntansi yang berlaku di Amerika Serikat yang disusun oleh Financial Accounting Standards Board (FASB), diikuti oleh beberapa negara, baik secara langsung maupun modifikasi. Sementara International Accounting Standards (IASs) yang dikeluarkan oleh International Accounting Standards Committee (IASC), belum diikuti oleh semua negara, bahkan oleh negara-negara anggota yang tergabung dalam IASC tersebut.

Artikel ini bertujuan untuk membahas struktur meta teori yang dipergunakan oleh FASB dan IASC dalam mengembangkan rerangka konseptual, menelaah perbedaan-perbedaan mendasar, menganalisis hambatan-hambatan yang dialami serta mengidentifikasi upaya-upaya yang harus dilakukan agar IFRS diterapkan oleh negara-negara anggota.

Bagian berikut dari artikel ini akan menjelaskan pergeseran orientasi pemikiran dari Postulat ke objektif, pembuatan kebijakan akuntansi, struktur meta teori akuntansi keuangan, rerangka konseptual FASB, rerangka konseptual IASC, telaah dan perbandingan struktur meta teori FASB dengan IASC, hambatan-hambatan dan upaya penerapan IFRS dan ditutup dengan simpulan.

PERGESERAN ORIENTASI DARI

POTSULAT KE OBJEKTIF

Dalam akuntansi kita sering kali membedakan antara teori dan praktik. Kita sering mendengar dua orang akuntan berdebat mengenai sebuah proposal, ”ini hanya teori, tidak dapat dipraktikkan”, atau pada diskusi lainnya ”ini adalah teori depresiasi” atau yang lainnya lagi mengatakan ”teori capital budgeting”, atau ”teori akuntansi” dan lain sebagainya. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan teori akuntansi?

Paton dan Littleton (1940: ix) mendefinisikan teori akuntansi, “…is a coherent, coordinated, consistent body of doctrines which may be compactly expressed in the form of standards it desired

Keberadaan teori akuntansi yang mapan sangat penting dan diharapkan mampu menjelaskan fakta atau fenomena akuntansi dengan akurat dan memiliki konsistensi logik. Banyak sekali ahli teori akuntansi mencoba menjelaskan praktikpraktik akuntansi yang sedang berlaku, dan berupaya untuk menemukan dasar teorinya. Pada umumnya mereka berfokus pada postulat, konsep dasar, maupun asumsi yang mendasari praktik. Ternyata pendapat mengenai postulat itu sendiri

sangat beragam, tidak ada kesepakatan, sehingga usaha-usaha untuk merumuskan teori akuntansi sangat lambat bahkan cenderung membingungkan. Perdebatan terus berlanjut, setiap orang selalu melihat hal yang sama dari sudut pandang yang berbeda-beda, sehingga yang ada adalah kumpulan pendapat.

Tetapi bukan berarti tidak ada satu teoripun yang berhasil dirumuskan. Justru sebaliknya, bahwa banyak teori yang sudah berhasil dirumuskan namun hanya menjelaskan akuntansi dari bagian tertentu saja dan dari sudut pandang yang berbeda. Chamber (1965) secara optimis mengatakan, bahwa, ”The history of accounting thought is not a history of development, but a series of disconnected episodes

Akhirnya setelah menyadari bahwa tidak ada kemajuan berarti yang dicapai, terjadilah pergeseran orientasi dari postulat ke tujuan (objectives) pelaporan akuntansi. Pergeseran orientasi ini diawali dengan dikeluarkannya ASOBAT oleh AAA pada tahun 1964. Perkembangan ini diikuti oleh APB dengan mengeluarkan Statement no 4 (1970), kemudian diteruskan oleh laporan komite Trueblood (AICPA, 1973). Setelah APB digantikan oleh FASB, pada tahun 1978, FASB mengerluarkan SFAC No 1 dengan judul, Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises.

Struktur teori akuntansi keuangan yang menempatkan tujuan pada posisi paling atas tersebut disebut dengan Meta Teori Akuntansi Keuangan (Wolk et al. 2001: 173). Atas dasar meta teori ini, masalah yang timbul dalam mencari postulat yang dapat disetujui bersama sudah teratasi. Dengan arah tujuan pelaporan akuntansi, penelitian dapat dilakukan dengan lebih menekankan pada pengembangan teori akuntansi yang berguna untuk menerangkan dan meramalkan praktik akuntansi

(Baridwan 1991: 3).

Kam (1986:34) menggambarkan bahwa postulat, objektif dan definisi merupakan sumber tertinggi untuk bisa melakukan deduksi dalam mengembangkan rerangka konseptual akuntansi. Dalam sistem deduksi, pada tingkatan pertama (Top level) terdiri dari pernyataan yang sangat umum, yaitu postulat atau asumsi dasar akuntansi, definisi, dan termasuk tujuan pelaporan keuangan. Pada tingkatan kedua mencakup prinsip-prinsip atau standar akuntansi yang skopenya tidak seluas atau seumum postulat. Pada tingkatan ketiga mencakup prosedur-prosedur akuntansi atau metode-metode akuntansi yang dapat diterapkan langsung dalam praktik (Kam1986: 34-35).

Jika diperhatikan, penjelasan teori secara deduksi menurut Kam tersebut khususnya pada tingkatan pertama (berisi postulates, definitions, dan Objectives of Financial Reporting), sebenarnya sudah mencakup pergeseran orientasi dari pendekatan yang berorientasi postulat-prinsip ke pendekatan yang berorientasi tujuan-standar. Kam memkombinasikan kedua orientasi tersebut dengan sangat elegan, seolah-olah mengisyaratkan perlunya mengakhiri perdebatan mengenai postulat (dan istilah lainnya yang berbeda-beda) dan menyepakati apa sebenarnya orientasi yang ingin

dijadikan acuan.

Ketika meta teori ini dipergunakan sebagai landasan menyusun kebijakan akuntansi di suatu negara, tampaknya kondisi lingkungan dimana akuntansi itu akan dioperasikan juga sangat mempengaruhi. Dalam APBS 4 (1970: par. 17) dikatakan, ”...depents ont only on delinetion of accounting, but olso on an understanding of the

environent within which financial accounting operates and which it is intended to reflect” Hal ini menyebabkan kebijakan akuntansi yang diterapkan antar negara ada kecenderungan berbeda satu sama lainnya. Dengan demikian, bagaimana sebaiknya kebijakan akuntansi itu dibuat?

PEMBUATAN KEBIJAKAN AKUNTANSI

Praktik akuntansi dalam suatu negara sebenarnya didasarkan pada sebuah aturan yang dengan sengaja dikembangkan untuk mencapai tujuan sosial tertentu. Dalam proses perancangan dan pengembangan aturan akuntansi tersebut banyak mempertimbangkan faktor seperti kondisi ekonomi, sistem politik dan teori akuntansi itu sendiri. Wolk et al. (2001) menggambarkan proses ini seperti pada gambar 1.

Teori Akuntansi

Teori akuntansi sebagaimana tampak pada gambar 1 menempati posisi sangat penting dalam proses pembuatan kebijakan. Pemahaman akan pentingnya teori, baik oleh praktisi maupun para penyusun standar sangat penting, supaya rancangan standar akuntansi dapat menjadi pedoman yang stabil, dan sekaligus adaptif, karena praktik

akuntansi bersifat dinamik dan selalu menghadapi masalah-masalah praktis dan professional.


Masalah praktis memang dapat diatasi atau dipecahkan dengan berdasarkan pengalaman praktis, tetapi pengalaman praktis saja tidaklah cukup, melainkan harus dilandasi oleh pemahaman yang kuat terhadap teori akuntansi. Kam (1986: 38 ) mengatakan,

Behind every practice is a rationale…Good practice is based on good theory whether we are aware of the theory or not. If we can formulate “good” theory, then we will have “good” practices if the theory is followed.

Praktik akuntansi yang baik dan maju tidak akan pernah tercapai jika teori yang melandasinya tidak baik. Teori yang baik tidak akan pernah menjiwai praktik jika teori yang baik tersebut tidak dipahami.

Kondisi Ekonomi

Sistem perekonomian biasanya diklasifikasikan menjadi sistem kapitalis, sistem sosialis, atau kombinasi keduanya. Dalam setiap sistem perekonomian masalah central yang dihadapi adalah alokasi sumberdaya yang tersedia untuk produksi

barang dan jasa. Proses alokasi ini berpengaruh terhadap kondisi perekonomian.

Karena kondisi ekonomi berdasarkan sifatnya adalah dinamis, maka kondisi perekonomain suatu negara menjadi faktor yang relevan dalam perumusan kebijakan akuntansi. Kompleksitas ekonomi akan berkaitan langsung dengan kompleksitas akuntansi. Negara dengan subsistem perekonomian agraria misalnya kebutuhan akuntansinya akan sangat berbeda dengan negara yang subsistem perekonomian perindustrian. Kebijakan akuntansi harus konsisten dengan tujuan ekonomi makro dan perencanaan berbagai program ekonomi suatu negara.

Demikian pula sebaliknya, kebijakan akuntansi yang ditetapkan akan dapat memberikan implikasi ekonomi yang sangat luas, berpengaruh terhadap perilaku para pengambil keputusan ekonomik, perpajakan, sistem bonus, harga pasar saham, dan lain sebagainya. Banyak penulis dan peneliti yang membahas tentang konsekuensi

ekonomi yang timbul (lihat dalam Wolk et al. 2001, Zeff 1994, Sunder 1988, FASB, dalam statement 2, 1980, dan Statement 5, 1984, Brown 1987).

Konsekuensi ekonomi ini, sebagaimana diunkapkan oleh Zeff (1994) adalah dampak laporan akuntansi terhadap perilaku para pengambil keputusan bisnis, pemerintah, investor dan kreditor, dan masyarakat bisnis lainya.

Faktor Politik

Apakah pembuatan kebijakan akuntansi harus dipengaruhi proses politik? Jawaban atas pertanyaan ini tidak jelas batasannya. Kebijakan akuntansi sebenarnya diputuskan melalui suatu konsensus, sehingga proses pembuatannya dianggap bersifat politik. Gerboth (1973) menyatakan, suatu politisasi pembuatan peraturan akuntansi

tidak dapat dielakkan, dan hal ini merupakan suatu keharusan. Selanjutnya, Gerboth menyatakan, jika suatu keputusan kebijakan akuntansi keberhasilannya tergantung pada keberterimaan oleh masyarakat, maka masalah-masalah penting yang timbul tidak bersifat teknis melainkan politis.

Horngren (1973) berpendapat senada, bahwa standar akuntansi merupakan hasil tindakan politik dan sosial yang akan mempengaruhi masyarakat. Tetapi Solomons (1978) menyatakan perlu suatu kehati-hatian dan diperhatikan pula

bahwa faktor politik tidak harus selalu dikedepankan dalam penetapan standard. Jika faktor politik dikedepankan, kredibilitas akuntansi benar-benar dipertaruhkan. Jika badan-badan penyusun standar sering melakukan kesalahan, maka kepercayaan masyarakat dan kalangan bisnis akan hilang.

Sandaran utama penetapan kebijakan akuntansi adalah teori yang sehat. Wright (Suwardjono, 2005: 38) mengatakan, ”Theory, without practice to test it, to verify it, to correct it, is idle speculations; but practice, without theory to animate it, is mere mechanism. In everi art and business, theory is the soul and practice is the body” Dengan demikian diperlukan adanya struktur meta teori yang valid.

STRUKTUR META TEORI

Meta teori akuntansi keuangan menggunakan pendekatan deduksi dalam proses penalarannya. Sebagaimana tampak pada gambar 2, struktur meta teori akuntansi keuangan menempatkan tujuan sebagai tingkatan paling tinggi. Tetapi jika suatu kebijakan ditetapkan untuk suatu negara tertentu, mungkin tujuan pelaporan keuangan harus mendukung tujuan ekonomik suatu negara.


Suwardjono (2005) menggunakan istilah perekayasaan pelaporan keuangan untuk menggambarkan struktur meta teori akuntansi keuangan. Perekayasaan akuntansi berkepentingan dengan pertimbangan untuk memilih dan mengaplikasikan

ideologi, teori, konsep dasar, dan teknologi yang tersedia secara teoritis dan praktis untuk mencapai tujuan ekonomik dan sosial negara dengan mempertimbangkan faktor sosial, ekonomik, politik, dan budaya negara (hal 102). Jika digambarkan secara generik tanpa dikaitkan dengan satu negara tertentu, maka struktur meta teori akuntansi keuangan tampak pada gambar 3.

Pada tingkatan pertama adalah postulates, definisi dan tujuan pelaporan keuangan. Postulates yang biasa dipakai adalah Going concern, time period, accouning entity, dan monetary unit (Wolk, et al. 2001: 139). Dan tujuan umum pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi keuangan untuk dasar pengambilan keputusan ekonomik dan sosial.

Pada tingkatan kedua para perancang kebijakan akuntansi harus memilih berbagai konsep dasar yang relevan, menentukan subjek pelaporan, target pemakai, jenis informasi yang dilaporkan, simbol atau elemen-elemen yang dipakai, dasar pengukuran, kriteria pengakuan, dan medium pelaporan, dan cara melaporkan (Suwardjono, 2005: 102). Pada tingkatan ketiga dibuat suatu rerangka konseptual yang dijabarkan dalam bentuk standar akuntansi dan acuan lainnya sehingga membentuk generally accepted accounting principles. Tingkatan terakhir adalah media pelaporan yang menentukan bentuk, isi dan jenis laporan.

Karena berbagai faktor lokal yang terjadi dalam suatu negara, maka ketika kebijakan akuntansi disusun, maka sebagaimana telah diuraikan dimuka model generik pada gambar 2, akan menjadi spesifik untuk negara bersangkutan. Kebijakan akuntansi antar negara akan dapat berbeda satu sama lainnya, dan harus diikuti dalam praktik akuntansi.

RERANGKA KONSEPTUAL FASB

Dewan penyusun standar akuntansi di Amerika Serikat untuk pertama kalinya dibentuk pada tahun 1936 dengan nama Committee on Accounting Procedure (CAP). Dewan ini bekerja sampai tahun 1959 dan berganti nama menjadi Accounting Princilpes Booard (APB). Hasil karya APB yang terkenal adalah ARS nomor 7 dan yang paling terkenal adalah APB Statemen no 4 yang diterbitkan tahun 1970. APB bekerja sampai dengan tahun 1973, kemudian digantikan oleh Financial Accounting Standards Board (FASB) sampai sekarang ini. FASB berbeda dengan dewan-dewan sebelumnya, karena didukung oleh enam organisasi profesi, yaitu, AAA, AICPA, Financial Analysts Federation, Financial Executive Institute, Institute of Management Accountants, dan Securities Industry Association.

Setelah mengalami beberapa titik waktu (Juncture) dalam merumuskan prinsip-prinsip akuntansi (Zeff 1984), FASB akhirnya berhasil membuat sebuah model rerangka konseptual yang mapan disebut, Statement of Financial Accounting

Concepts (SFAC). SFAC ini dianggap lengkap dan terdiri dari 6 statements, yaitu SFAC No 1 (1978), SFAC No 2 (1980), SFAC No 3 (1980), SFAC No 4 (1980), SFAC No 5 (1984), dan SFAC No 6 tahun 1985. SFAC No 6 menggantikan SFAC no 3 dan mengamandemen SFAC no 2. Sedangkan draft SFAC 7 sampai saat ini belum pernah definitif.

Model rerangka konseptual FASB ini mencakup empat komponen dasar, yaitu (1) tujuan pelaporan keuangan yang dituangkan pada SFAC no 1 dan SFAC no 4. (2) Kriteria kualitas informasi yang dituangkan pada SFAC no 2, (3) Elemen-elemen laporan keuangan yang dituangkan pada SFCA no 6 (pengganti SFAC no 3) (4) Pengukuran dan Pengakuan yang dituangkan pada SFAC no. 5. Model ini (lihat gambar 3) dirancang dengan cukup luas dan mencakup perusahaan bisnis dan nonbisnis. Rerangka ini merupakan dasar teoritis bagi FASB dalam mengembangkan standard akuntansi keuangan (Statement of Financial Accounting Standard) di Amerika Serikat.


Standar-standar tersebut berkenaan dengan pengukuran aktivitas ekonomi, penentuan waktu kapan pengukuran dan pencatatan harus dilakukan, ketentuan pengungkapan mengenai aktivitas tersebut, penyiapan dan penyajian ringkasan aktivitas ekonomi tersebut dalam bentuk laporan keuangan.

RERANGKA KONSEPTUAL IASC

Globalisasi dunia menuntut adanya standar akuntansi yang seragam. Namun untuk mencapai sebuah keseragaman tidaklah mudah. Kondisi ini memerlukan adanya sebuah badan penyusun standar internasional. Salah satunya adalah International Accounting Standards Committee (IASC).

Kesepakatan pembentukan IASC terjadi pada tanggal 23 Juni 1973 di Inggris yang diwakili oleh organisasi profesi akuntansi dari sembilan negara, yaitu Australia, Canada, Prancis, Jerman Barat, Jepang, Mexico, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat (Nobes dan Parker 1995: 9; dan Solomons, 1986: 60).

Tujuan pembentukan IASC adalah, “to formulate and publish in the public interests, basic standards to be observed in the presentation of audited accounts and financial statements and to promote their worldwide acceptance and observance” Jadi tujuan dibentuknya IASC adalah memformulasi standar dan mendorong keberterimaan

dan ditaatinya IFRS secara luas di dunia. (Solomons 1986: 60).

Sampai saat ini IASC beranggotakan sekitar 150 organisasi atau badan penyusun standard akuntansi dari 113 negara (media akuntansi, 2000), dan telah berhasil merumuskan model teoritis yang juga mengadopsi meta teori dengan menempatkan tujuan sebagai top level. Model ini disebut Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements (FPPFS) (naskah asli terdapat di IAI, SAK, Oktober 2004). Secara diagramatis, dengan mengacu gambar 2 struktur meta teori akuntansi keuangan, Model FPPFS ini tampak pada gambar 4.

Kerangka dasar ini pada hakikatnya memuat lima unsur utama, yaitu (1) tujuan laporan keuangan yang dituangkan dalam paragraf 12-21, (2) asumsi dasar dituangkan pada paragraf 22-23, dan konsep modal dan pemeliharaan modal yang dituangkan pada paragraf 102-110, (3) karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam laporan keuangan yang dituangkan pada paragraf 24-46, (4) elemen-elemen laporan keuangan yang dituangkan pada paragraf 47-81, (5) definisi, pengakuan dituangkan pada paragraf 82-98, dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan dituangkan pada paragraf 99-101.

Kerangka dasar ini dimaksudkan sebagai acuan bagi komite penyusun standar akuntansi keuangan dalam pengembangan standar akuntansi keuangan dimasa depan dan dalam peninjaun kembali terhadap standar akuntansi keuangan yang berlaku.

TELAAH DAN PERBANDINGAN

Kedua struktur meta teori versi FASB dan versi IASC, memiliki unsur-unsur yang mirip. Tetapi ada beberapa perbedaan prinsip dalam kedua model tersebut. Pertama, pernyataan tujuan di FASB adalah tujuan pelaporan keuangan, tetapi di IASC tujuan laporan keuangan. Meskipun IASC pada paragraf 07 menyatakan bahwa, ”Financial

statements form part of the process of financial reporting”, tetapi sebenarnya ada hal mendasar yang menyebabkan kedua pernyataan tujuan tersebut berbeda, yaitu lingkup penerapannya. Lingkup penerapan FASB adalah di Amerika Serikat yang tentu saja mempertimbangkan karakteristik lingkungan, sebagaimana dinyatakan dalam SFAC No 1 paragraf 9 sebagai berikut:

Thus, the objectives set.....depend significantly on the nature of the economic activities and decisions with which the users are involved. Accordingly, the objectives in this Statements are affected by the economics, legal, political, and social environment in the United States.

Sedangkan lingkup penerapan IASC adalah internasional, sehingga karaktristik lingkungan local/Negara menjadi tidak relevan. Ketiadaan konteks karakteristik lingkungan inilah yang barangkali menyebabkan IASC menggunakan pernyataan tujuan laporan keuangan, karena pelaporan keuangan mengandung konteks lingkungan.

Kedua, fokus utama tujuan pelaporan keuangan. Dalam FASB dengan jelas dungkapkan pada paragraf 34, bahwa ”Financial reporting should provide information that is useful to present and potential investors and creditors and other

users in making rational investment, credit, and similar decisions”.

Mengapa fokus utama adalah investor dan kreditor? Hal ini disebabkan investor dan kreditor adalah pengguna mayoritas dan pelaku utama di pasar modal Amerika yang sangat berkembang pesat. Sementara di IASC target pemakai dinyatakan secara umum tidak fokus pada kelompok tertentu. Misalnya pada paragraf 13, dinyatakan, Financial statements prepared for these purpose

meet the common needs of most users”. Hal ini disebabkan karena harus mempertimbangkan karakteristik pelaku utama di berbagai negara, dengan tingkatan pertumbuhan ekonomi yang berbeda, tingkatan kecanggihan pasar keuangan yang juga berbeda, sehingga dinyatakan secara umum.


Alasan teoritis yang melatar belakangi mengapa FASB memfokuskan investor dan kreditor sebagai tujuan pelaporan keuangan dapat dijelaskan sebagai berikut. Peran sosial akuntansi dapat dilihat dari sejauh mana akuntansi dapat mengendalikan perilaku para pengambil keputusan ekonomik untuk bertindak menuju ke suatu pencapaian tujuan ekonomi dan sosial suatu negara. Salah satu tujuan ekonomik negara adalah adanya alokasi sumberdaya ekonomik yang efisien. Proses alokasi sumberdaya ini dapat terjadi melalui mekanisme di pasar modal, karena pasar modal merupakan tempat bertemunya peminta dan penyedia dana (investor dan kreditor). Informasi akuntansi diharapkan berperanan dalam membantu mereka dalam proses pengambilan keputusan ekonomik.

Ketiga, Asumsi yang mendasari penyusunan laporan keuangan (underlying assumption) paragraf 22-23, dan konsep modal dan konsep mempertahankan modal paragraf 102-110, secara ekspisit dinyatakan dalam IASC. Tetapi FASB tidak menyajikan kedua komponen tersebut sebagai komponen konsep yang terpisah, karena kedua hal tersebut merupakan konsep dasar yang digunakan oleh FASB dalam penjelasan, argumen dan penalaran yang menyertai setiap komponen konsep.

Misalnya pada SFAC no. 5 paragraf 45 dinyatakan, ”The full set of articulated financial statements discussed in this Statement is based on the concept financial capital maintenance” Konsep ini juga digunakan untuk penjelasan pada paragraph 46-48. Demikian pula pada SFAC No 6 paragraf 71, “A concept of maintenance of capital or recovery of cost is a prerequisite for separating return of capital…..” Demikian pula paragraf 72, “The financial capital concept is the traditional view and is generally the capital maintenance concept in present primary financial statements.”

Konsep accrual basis, juga demikian. FASB menggunakannya sebagai penjelasan dan argumen pada SFAC No. 6 pada sub topik Accrual Accounting and Related Concepts mulai paragraph 134 sampai paragraf 145.

Dengan memperhatikan beberapa perbedaan yang ada, tampaknya struktur meta teori yang digunakan oleh FASB lebih sempurna dibandingkan dengan struktur meta teori IASC. FASB dalam membangun model menggunakan argumen dan penalaran yang lebih kuat serta penjelasan yang lebih lengkap untuk setiap konsep yang dipakai, sehingga membentuk sebuah knowledge. Dengan demikian FASB lebih memiliki aspek pendidikan. Hal ini secara explisit dinyatakan pada bagian

pengantar SFAC No. 2, yaitu:

However, knowledge of the objectives and concepts the Board will use in developing

standards should also enable those who are affected by or interested in financial accounting standards to understand better the purposes, content, and characteristic of information provided by financial accounting and reporting.

HAMBATAN-HAMBATAN DAN UPAYA

DALAM PENERAPAN IFRS

Pembuatan standar akuntansi di IASC tidaklah melibatkan seluruh anggota yang jumlahnya sangat banyak, melainkan oleh beberapa negara yang disebut dengan nama G4+1 yang terdiri dari perwakilan badan-badan standar nasional dari Negara Australia, Kanada, Selandia Baru, Inggris dan Amerika Serikat. Alasan dibentuknya G4+1 ini adalah anggota IASC terlalu banyak, terdiri dari anggota tetap dan tidak tetap, serta sangat beragam. Keberagaman wakil yang duduk dalam IASC ini juga mencerminkan keberagaman tingkatan ekonomi negara-negara yang diwakilinya, hal ini terkadang memerlukan kompromi-kompromi guna menyetujui sebuah standar.

Meskipun sebagian besar anggota IASC telah menyetujui IFRS, tetapi tidak semua anggota IASC menerapkan dinegaranya masing-masing. Berbeda dengan anggota yang tergabung dalam G4+1. Mereka berkumpul secara intensif dan bekerja penuh waktu. Dalam setiap proyek pengembangan yang dikerjakan, mereka mengembangkannya kedalam lingkup Negara mereka masing-masing. Oleh karena anggota G4+1 ini adalah negara-negara maju yang memiliki pasar keuangan yang canggih, maka kompromi-kompromi sangat sedikit terjadi.

Negara-negara maju akan mendominasi pengembangan pasar keuangan. Kebutuhan informasi para investor tampaknya lebih terkait dengan Amerika Serikat, Eropa Daratan, Inggris, dan Australia. Jika standar akuntansi internasional dimaksudkan berlaku untuk semua anggota IASC, yang memiliki banyak perbedaan, maka hal ini merupakan hambatan yang barangkali sulit dipecahkan.

Radebaugh (1975:41) mengemukakan bahwa banyak sekali faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pengembangan tujuan, standar, dan praktik akuntansi. Rerangka ini mencakup delapan faktor, yang secara umum kedelapan faktor tersebut ada di setiap negara, tentu dengan tingkatan dan karakteristik yang sangat berbeda.

Karakteristik dan tingkatan yang berbeda antar negara merupakan hambatan mendasar yang dihadapi dalam proses harmonisasi standar akuntansi keuangan. Lebih lanjut, Solomons (1986:63) mengatakan:

Just as accounting standards within a single country attempt to eliminate arbitrary and unnecessary differences in the accounting methods used by different companies, so in the international field, efforts are being made to eliminate or reduce accounting differences across national boundaries. Because some of those differences reflect differences in legal systems, in political systems and in stage of economic development, the progress of harmonization is slow and difficult.

The Development of Accounting Objectives, Standards and Practices

Enterprise Users:

1. Management

2. Employee

3. Supervisory council

4. Board of Directors

International Influences:

1. Colonial history

2. Foreign investors

3. International committees

4. Regional cooperation

5. Regional capital markets

Government:

1. Users: tax, planners

2. Regulators

Others external users

1. Creditors

2. Institutional investors

3. Noninstitutional investors

4. Securities Exchange

Local environtment

characteristics

4. Rate of economic growth

5. Inflation

6. Public vs private ownership

and control of the economy

7. Cultural attitudes

Nature of The enterprises

1. Form of business organizations

2. Operating charactristics

Accounting Profession:

1. Nature & extent of a

profession

2. Professional associations

3. Auditing

Academic Influences:

1. Educational infrastructure

2. Basic of applied research

3. Academic association

Sumber: Radebaugh (1975: 41)

Gambar 5. The Evolution of Accounting and Reporting Practices

Hambatan lain yang muncul adalah adanya perbedaan kebutuhan dan keinginan antara Negara maju dengan yang belum maju dan antara Negara yang tingkat pertumbuhan ekonominya sangat tinggi dan Negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi lebih rendah bahkan sangat rendah. Apa yang tepat diterapkan di Amerika Serikat, belum tentu cocok diterapkan di Negara lain dengan karakteristik lingkungan dan perkembangan ekonomi yang berbeda. Demikian pula apa yang dirancang oleh G4+1 belum tentu cocok diterapkan untuk seluruh anggota IASC. Solomons (1986: 63) mengatakan,

Their needs are different in important respect, and one should not assume that accounting policies that appropriate for the United States are necessarily appropriate for, say, India or Indonesia. This is because the objectives to be served by financial reporting may be different.

Tidak ada enforcement yang bisa diterapkan

bagi Negara yang tidak menerapkan IFRS. Yang harus dilakukan oleh IASC sebagai badan penyusun standar akuntansi interasional adalah membuat para anggota merasa butuh menerapkan IFRS. Upaya yang bisa ditempuh adalah pertama, mengajukan pengakuan melalui International Organization of Securities Commissions, supaya perusahaan (Negara) yang akan melakukan crossborder listing menggunakan IFRS dalam pelaporan keuangan mereka. Tindakan ini selanjutnya diikuti dengan pengakuan oleh komisi-komisi efek atau peraturan yang ada. Jika hal ini terjadi, maka akan mendorong perusahaan-perusahaan multinasional untuk listing di bursa efek mancanegara.

Kedua, IASC harus membentuk badan penyusun standar yang terpisah dari badan-badan akuntansi. Untuk itu, IASC harus melakukan restrukturisasi. Saat ini IASC didominasi oleh badan-badan profesi akuntansi sebanag penyusun standar. Restrukturisasi ini diharapkan dapat mendorong kemandirian baik dari segi dana maupun operasional.

KESIMPULAN

FASB dan IASC dalam menyusun standar sama-sama berbasis pada meta teori akuntansi keuangan, yang menempatkan tujuan pelaporan pada tingkat paling tinggi. Rerangka konseptual FASB merupakan dasar teoritis pengembangan standar akuntansi di Amerika Serikat, sehingga memasukkan konteks lingkungan. Tetapi rerangka konseptual IASC yang menjadi landasan teoritis pengembangan standar akuntansi keuangan internasional, konteks lingkungan menjadi tidak relevan.

Terdapat beberapa perbedaan antara kedua rerangka konseptual tersebut, yaitu pertama pernyataan tujuan, dimana FASB menyatakan tujuan pelaporan keuangan, sementara IASC menyatakan tujuan laporan keuangan. Kedua, fokus utama pelaporan menurut FASB adalah investor dan kreditor, sementara IASC tidak fokus pada salah satu kelompok tertentu. Ketiga, Asumsi dasar dan konsep modal dan konsep pemeliharaan modal, secara eksplisit dinyatakan terpisah oleh IASC, sementara FASB menggunakan konsepkonsep tersebut pada setiap konsep yang diajukan sebagai penjelasan, argumen, dan penalaran.

Penerapan IFRS ternyata mengalami hambatan yang sangat serius, karena banyak sekali terdapat perbedaan antar negara-negara anggota, baik dalam konteks sosial budaya, hukum, ekonomi, politik, pendidikan, sistem pemerintahan, sistem pajak, dan lain sebagainya.

IASC harus mengupayakan pengakuan dari International Organization of Securities Commissions, supaya perusahaan-perusahaan yang melakukan cross-border listing menggunakan IFRS. Hal ini dapat mendorong perusahaan-perusahaan multinasional untuk melakukan listing di mancanegara. Hal lain yang dapat dilakukan IASC adalah melakukan restrukturisasi badan penyusun standar untuk mendorong kemandirian baik dari segi dana maupun operasinal.

Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra

http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting

DAFTAR PUSTAKA

Accounting Principles Board (APB) 1970. Basic Concepts and Accounting Principles Underlying Financial Statements of Business Enterprises, APB Statement No 4. New York: AICPA.

Baridwan, Zaki. Maret 1991. “Teori Akuntansi: Perkembangan dan Implikasinya terhadap Praktik Akuntansi”, Jurnal Akuntansi dan Manajemen STIE-YKPN.

Brown, Victor H. 1987. “Accounting Standards: Their Economic and Social Consequences”. Dalam Robert Bloom dan Pieter T. Elgers. Issues in Accounting Policy: A Reader. New York: The Dryden Press,

Chamber, Raymond J. July 1965 “Measurement in Current Accounting Practices”, The Accounting Review

Financial Accounting Standards Board (FASB). 1978, 1980, 1984, 1985 Statement of Financial Accounting Concept, No 1 – 6.

Gerboth, Dale L., July 1973. “Research, Institution, and Politics in Accounting Inquiry”, The Accounting Review, pp. 481.

Horngren, Charles T. 1973 “The Marketing of Accounting Standards”, Journal of Accountancy, October, pp. 61-66.

Ikatan Akuntan Indonesia. Oktober 2004 Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat.

Kam, Vernon. 1986. Accounting Theory, New York: John Wiley & Sons.

Keslar, Linda. 1994, “U.S. Accounting: Creating an Uneven Playing Field”?. Dalam Stephen A. Zeff dan Bala G. Dharan, Readings and Notes on Financial Accounting: Issues and Controversies, 4th. New York: McGraw-Hill, Inc.

Nobes, Christopher dan Parker, Robert. 1995, Comparative International Accounting, 4th. Hemel Hempstead: Prentice-Hall International (UK).

Paton, William A. dan A.C. Littleton. 1940. “An Introduction to Corporate Accounting Standards”. American Accounting Association.

Radebaugh, Lee H. Fall 1975 “Environmental Factors influencing the Development of Accounting Objectives, Standards, and Practices in Peru”, The International Journal of Accouting Education and Research.

Solomons, David. 1986 “Making Accounting Policy: The Quest for Credibility in Financial Reporting”. New York: Oxford University Press.

--------- November 1978 “The Politization of Accounting”, Journal of Accountancy, , pp. 65-75.

Sunder, Shyam. 1988, “Political Economy of Accounting Standards”. Journal of Accounting Literature, Vol. 7. pp. 31-41.

Suwardjono. 2005 Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan, Edisi ketiga, Yogjakarta: BPFE.

Wolk, Harry I., Michael G. Tearney, dan James L. Dodd. 2001 Accounting Theory: A Conceptual and Institutional Approach, Cincinnati, Ohio: South-Westrn College Publishing.

Zeff, Stephen A. 1994, The Rise of “Economic Consequences”. Dalam Stephen A. Zeff dan Bala G. Dharan, Readings and Notes on Financial Accounting: Issues and Controversies, 4th. New York: McGraw-Hill, Inc.

--------- 1987 “Some Junctures in the Evolution of the Process of Establishing Accounting Principles in the U.S.A: 1917-1972”, Dalam Robert Bloom dan Pieter T. Elgers. Issues in Accounting Policy: A Reader. New York: The Dryden Press.

Menurut kelompok kami (penulis) :

Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan jaman turut membawa perubahan yang cukup besar dalam dunia akuntansi, dimana diantaranya adalah wacana mengenai implementasi IFRS dalam proses akuntansi secara global. Menurut penulis, hal ini mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dan uraian dibawah ini adalah pandangan penulis mengenai hal tersebut diatas.

Pada dasarnya International Financial Reporting Standards (IFRS) memang merupakan kesepakatan global standar akuntansi yang didukung oleh banyak negara dan badan-badan internasional di dunia. Popularitas IFRS di tingkat global semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kesepakatan G-20 di Pittsburg pada tanggal 24-25 September 2009, misalnya, menyatakan bahwa otoritas yang mengawasi aturan akuntansi internasional harus meningkatkan standar global pada Juni 2011 untuk mengurangi kesenjangan aturan di antara negara-negara anggota G-20. Menurut penulis, hal ini cukup baik dimana dunia akuntansi secara global mempunyai satu pedoman inti mengenai prinsip-prinsip akuntansi sehingga terdapat keselarasan diantara satu negara dengan negara lainnya.

Namun hal ini tidak mudah diterapkan dalam waktu yang singkat. Menurut penulis, terdapat 2 hal pokok yang mendasari pernyataan tersebut. Faktor pertama yang menjadi hambatan dalam penerapan standard ini (IFRS) di negara Indonesia adalah faktor budaya (culture), karena kebiasaan menggunakan standard akuntasi domestik yang sudah menjadi budaya akan sangat sulit mengubah cara/metode itu untuk menerapkan standard international tersebut, kalaupun standard ini diterapkan maka akan membutuhkan waktu yang lama untuk penyesuaian dan kemungkinan adanya sedikit perbedaan dalam implementasinya. Faktor kedua adalah proses terjemahan bahasa akan menjadi faktor kendala dalam proses penerapannya, karena proses penafsiran bahasa sedikitnya membawa arti yang berbeda dalam konteks pemahaman inti/isi standard international tersebut.