ED PSAK O8 (akan berlaku 1 januari 2012)
I. Pendahuluan
International Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan kesepakatan global standar akuntansi yang didukung oleh banyak negara dan badan-badan internasional di dunia. IFRS dijadikan pedoman penyusunan laporan keuangan yang diterima secara global. Karena bersifat global berarti setiap negara dimungkinkan untuk mengadopsikannya atau konvergensi sebaai bagian dari penyesuaian standar yang digunakan negara dimaksud dengan standar yang sudah menjadi kesepakatan global.
Indonesia pun akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti, seperti yang dilansir IAI pada peringatan HUT nya yang ke – 51. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Adopsi penuh IFRS diharapkan memberikan manfaat
1. memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan menggunakan SAK yang dikenal
secara internasional
2. meningkatkan arus investasi global
3. menurunkan biaya modal melalui pasar modal global
dan menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan
Sudah menjadi suatu keharusan bagi sebuah negara untuk mempertanyakan secara kritis, apa sesungguhnya hakikat dari konvergensi. Melalui partisipasi global, IFRS memang diharapkan menjadi standar akuntansi berbasis teori dan prinsip yang memiliki kualitas tinggi. Penerapan standar akuntansi yang sama di seluruh dunia juga akan mengurangi masalah-masalah terkait daya banding (comparability) dalam pelaporan keuangan. Diantara berbagai PSAK yg dikonvergensi yang akan dibicarakan lebih lanjut dalam pembahasan ini adalah ED PSAK 8 (Peristiwa setelah periode pelaporan)
II. Pembahasan
ED PSAK 8 (revisi 2010) tentang Peristiwa Setelah Periode Pelaporan merevisi PSAK 8 tentang Peristiwa Setelah Tanggal Neraca. ED PSAK 8 (revisi 2010)
Secara umum adanya perbedaan antara ED PSAK 8 (revisi 2010): Peristiwa Setelah Periode Pelaporan dengan PSAK 8 (revisi 2003): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca adalah sebagai berikut
Tujuan
01. Tujuan Pernyataan ini adalah untuk menentukan:
(a) kapan entitas menyesuaikan laporan keuangannya untuk peristiwa setelah periode pelaporan; dan
(b) pengungkapan yang dibuat entitas tentang tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit dan peristiwa setelah periode pelaporan.
Pernyataan ini juga mensyaratkan bahwa entitas tidak boleh menyusun laporan keuangan atas dasar kelangsungan usaha jika peristiwa setelah periode pelaporan mengindikasikan bahwa penerapan asumsi kelangsungan usaha tidak tepat.
Ruang lingkup
02. Pernyataan ini diterapkan dalam akuntansi untuk, dan pengungkapan dari, peristiwa setelah periode pelaporan.
Definisi
03. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
Peristiwa setelah periode pelaporan adalah peristiwa, baik yang menguntungkan (favourable) atau tidak menguntungkan (unfavourable), yang terjadi di antara akhir periode pelaporan dan tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit. Dua jenis peristiwa dapat diidentifikasikan:
(a) peristiwa yang memberikan bukti atas adanya kondisi pada akhir periode pelaporan (peristiwa setelah periode pelaporan yang memerlukan penyesuaian); dan
(b) peristiwa yang mengindikasikan timbulnya kondisi setelah periode pelaporan (peristiwa setelah periode pelaporan yang tidak memerlukan penyesuaian).
Tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit adalah tanggal ketika laporan keuangan sudah final, yang berarti tidak ada lagi koreksi atau penyesuaian setelah tanggal tersebut. Untuk laporan keuangan auditan, tanggal ini adalah tanggal laporan auditor; sementara untuk laporan keuangan yang tidak diaudit, tanggal ini adalah tanggal ketika laporan keuangan selesai disusun oleh manajemen.
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
Peristiwa Setelah Periode Pelaporan yang Memerlukan Penyesuaian
Entitas menyesuaikan jumlah pengakuan dalam laporan keuangan untuk mencerminkan peristiwa setelah periode pelaporan yang memerlukan penyesuaian.
Peristiwa Setelah Periode Pelaporan yang Tidak Memerlukan PenyesuaianEntitas tidak menyesuaikan jumlah pengakuan dalam laporan keuangannya untuk mencerminkan peristiwa setelah periode pelaporan yang tidak memerlukan penyesuaian.
Dividen
Jika setelah periode pelaporan entitas mendeklarasikan dividen untuk pemegang instrumen ekuitas (sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 50 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan), maka entitas tidak mengakui dividen itu sebagai liabilitas pada akhir periode pelaporan.
KELANGSUNGAN USAHA
Entitas tidak menyusun laporan keuangan dengan dasar kelangsungan usaha jika setelah periode pelaporan diperoleh bukti kuat bahwa entitas akan dilikuidasi atau dihentikan usahanya, atau jika manajemen tidak memiliki alternatif lain yang realistis kecuali melakukan hal tersebut.
DAMPAK KONVERGENSI IFRS
1. Perubahan mind stream dari rule-based ke principle-based
2. Banyak menggunakan professional judgement
3. Banyak menggunakan fair value accounting
4. IFRS selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat berbeda dengan IFRS lain
5. Semakin meningkatnya ketergantungan ke profesi lain.
6. Perubahan text-book dari US GAPP ke IFRS.
7. Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global
8. Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.
9. Disisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harg fluktuatif.
10. Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value
11. principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management).
12. Penggunaan off balance sheet semakin terbatas
Sumber:
http://www.iaiglobal.or.id/prinsip_akuntansi
Energi dan Generasi Peduli Energi
11 tahun yang lalu