Sabtu, 26 Desember 2009 | 08:12 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Bank Indonesia mendesak pihak berwajib dapat segera menangkap mantan Komisaris Bank Century Rafaat Ali agar segala penipuan terkait dengan bank itu dapat diungkap. BI telah melaporkan Rafaat, mantan Komisaris Utama Bank Century Robert Tantular, dan pemegang saham pengendali lainnya kepada pihak berwajib.
Hal itu disampaikan Direktur Perencanaan Strategis dan Humas Bank Indonesia Dyah NK Makhijani di Jakarta, Jumat (25/12/2009). ”Rafaat bersama dengan Robert Tantular dan pemegang saham pengendali lainnya harus mempertanggungjawabkan berbagai fraud yang terjadi di Bank Century,” kata Dyah.
Sementara itu, Rafaat menegaskan bahwa ia tidak berniat kembali ke Indonesia. Untuk membersihkan namanya, ia lebih memilih melalui pengacara. ”Langkah legal action adalah pilihan terbaik. Itu yang tengah saya lakukan sekarang di Indonesia,” ujarnya saat ditemui Kompas, Rabu lalu di Singapura.
Rafaat bahkan menuturkan, Robert Tantular, yang kini menjadi terpidana kasus penggelapan dana di Bank Century, sangat dekat dengan beberapa pejabat di Bank Indonesia (BI). Bahkan, menurut dia, Robert mengaku telah membiayai kampanye seorang pejabat BI untuk sebuah posisi di BI.
Menanggapi pernyataan Rafaat, Dyah mengaku tidak memahami pernyataan Rafaat itu. ”Rafaat harus hati-hati untuk tidak melemparkan tuduhan-tuduhan adanya hubungan-hubungan khusus itu tanpa bukti-bukti. Tuduhan tanpa bukti akan menjadi fitnah bagi mantan pejabat-pejabat tersebut,” kata Dyah.
Bank Century adalah bank hasil merger Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac. Menurut Rafaat, sejak CIC dimerger menjadi Bank Century, ia tak lagi menjadi bagian dari pengambil keputusan di bank yang kini berganti nama menjadi Bank Mutiara itu.
Rafaat mengaku bahwa saham pribadinya di bank itu hanya 0,5 persen. Namun, total dana yang dikelolanya sebagai pengelola dana (fund manager) yang tertanam di saham Bank Century setara dengan 15 persen saham.
Berdasarkan perhitungan Rafaat, pemilik saham Bank Century lainnya adalah Hesyam Al Waraq, asal Arab Saudi, 9-10 persen; kepemilikan saham publik 40 persen; sisanya, sekitar 35 persen, dimiliki Robert Tantular.
Namun Rafaat mengingatkan, ada kemungkinan saham publik di bank itu dikuasai kroni dan keluarga Robert. Alasannya, tidak ada masyarakat yang mengaku pemilik saham yang memprotes pengelolaan bank yang hancur.
”Saat ini banyak demonstrasi, tetapi bukan dari pemegang saham, melainkan mahasiswa. Logikanya, jika saham publik 40 persen, akan banyak yang protes kepada Robert,” ujar Rafaat.
Dengan kepemilikan saham yang dominan, kata Rafaat, Robert menjadi pengelola dan penguasa satu-satunya di Bank Century. ”Saya ada kendala bahasa sehingga kalaupun ikut pertemuan dengan direksi Century, saya tak mengerti apa yang mereka putuskan. Dengan demikian, Robert-lah satu-satunya orang yang mengoperasikan Century,” katanya.
Karena itu, Rafaat mengaku tidak tahu-menahu soal reksa dana Antaboga yang diterbitkan Robert. ”Saya sama sekali tidak mengetahui keberadaan produk investasi itu,” ujarnya.
Rafaat merasa menjadi korban kekisruhan di Century. Korban lain, kata dia, adalah mantan Gubernur BI Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, padahal keduanya profesional yang mengambil keputusan sesuai dengan kondisi saat harus menyelamatkan Century pada 21 November 2008.
Rafaat memastikan, Boediono ataupun Sri Mulyani tidak akan mungkin mengetahui rekayasa letter of credit (L/C) yang diduga telah dilakukan Robert hingga dana yang dilarikan diperkirakan Rp 7 triliun. (OIN/FAJ)
Energi dan Generasi Peduli Energi
11 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar