Subscribe

Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Jurnal Konvergensi PSAK ke IFRS

Rabu, 20 April 2011

PERKEMBANGAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN INDONESIA MENUJU INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS

Rindu Rika Gamayuni
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 14 No.2, Juli 2009





ABSTRAK
Standar akuntansi keuangan di Indonesia perlu mengadopsi IFRS untuk pelaporan keuangan Indonesia agar dapat diterima perusahaan-perusahaan di seluruh dunia dan Indonesia mampu memasuki persaingan global untuk menarik investor internasional. Saat ini, adopsi oleh Indonesia psak adalah dalam bentuk harmonisasi, yang berarti persetujuan parsial. Namun, Indonesia berencana untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS pada tahun 2012. Sebuah adopsi adalah wajib bagi perusahaan yang terdaftar dan multinasional. Keputusan apakah Indonesia akan sepenuhnya mengadopsi IFRS atau diadopsi sebagian untuk tujuan harmonisasi harus dipertimbangkan hati-hati. Penuh adopsi IFRS akan meningkatkan keandalan dan komparabilitas pelaporan keuangan internasional.
Namun, sistem pajak dapat bertentangan Indonesia dan situasi ekonomi dan politik lainnya. Jika Indonesia adalah untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS pada tahun 2012, tantangan yang dihadapi oleh masyarakat akademis pertama dan bisnis. Kurikulum, kurikulum dan sastra harus disesuaikan untuk beradaptasi dengan perubahan. Ini membutuhkan waktu dan usaha karena banyak aspek terkait dengan perubahan. Penyesuaian juga harus dilakukan oleh perusahaan atau organisasi, terutama mereka dengan interaksi dan transaksi. Adopsi penuh juga berarti perubahan prinsip akuntansi ini telah diterapkan standar akuntansi di seluruh dunia. Hal ini tidak dapat dicapai dalam waktu singkat karena alasan standar akuntansi (1) beberapa erat terkait dengan sistem perpajakan. Penerapan IFRS internasional dapat mengubah sistem pajak di setiap negara untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS. (2) standar akuntansi ini adalah kebijakan akuntansi untuk memenuhi kebutuhan nasional dan kebijakan ekonomi yang berbeda di setiap negara. Ini bisa menjadi tantangan utama dalam mengadopsi penuh IFRS.

Latar Belakang
Setiap negara memiliki standar akuntansi keuangan sendiri yang menjadi pedoman karena merupakan konsensus, yang mengatur tentang pencatatan tentang sumebr-sumber ekonomi, kewajiban, modal, hasil, biaya dan perubahannya dalam bentuk laporan keuangan.
Standar akuntansi ini merupakan masalah penting dalam profesi dan semua pemakai laporan yang memiliki kepentingan terhadapnya. Oleh karena itu mekanisme penyusunan standar akuntansi harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Namun yang perlu diingat bahwa standar akuntansi ini akan terus-menerus berubah dan berkembang sesuai perkembangannya dan tuntunan masyarakat. Kenyataan yang ada bahwa standar akuntansi disetiap negara dalam perkembangannya fleksibel terhadap standar akuntansi keuangan dunia karena berbagai pertimbangan penting. Hal ini tidak mungkin dihindari karena hubungan ekonomi internasional yang telah berkembang pesat, mau tidak mau setiap negara khususnya Indonesia melakukan adopsi atau yang lebih dikenal dengan konvergensi standar akuntansi keuangannya dengan standar keuangan internasional (IFRS).

Analisis:
IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang: (1). Menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan., (2). menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS., (3). dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna. Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya.
Proses mengadopsi standar internasional itu tidak bisa gampang karena memerlukan pemahaman dan biaya mahal. Proses pengadopsian sudah dilakukan oleh negara Indonesia namun belum semuanya dilaksanakan/diadopsi (full Adoption) Adopsi standar akuntansi internasional tersebut terutama untuk perusahaan publik. Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau harmonisasi. Harmonisasi adalah, kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi, sesuai dengan kebutuhan.
Adapun kerugian yang akan dialami oleh negara Indonesia jika tidak melakukan pengadopsian standar-standar akuntansi yang menjadi standar bagi perusahaan dunia, karena hal ini sudah masuk dalam ranah pasar modal. Bagi perusahaan asing listed di bursa kita akan kesulitan untuk menyesuaikan dengan standar yg berlaku di negara kita, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di negara lain. Perusahaan asing yang ingin listing di BEI akan kesulitan untuk menerjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standart nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia yang akan listing di Negara lain, juga cukup kesulitan untuk menerjemahkan atau membandingkan laporan keuangan sesuai standart di negara tersebut. Hal ini jelas akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak mengglobal.
Menurut Nobes dan Parker (2002), rintangan yang paling fundamental dalam proses harmonisasi adalah:
(1) perbedaan praktek akuntansi yang berlaku saat ini pada berbagai negara,
(2) kurangnya atau lemahnya tenaga profesional atau lembaga profesional di bidang akuntansi pada beberapa negara,
(3) perbedaan sistem politik dan ekonomi pada tiap-tiap negara.
Menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002), hambatan dalam menuju harmonisasi adalah:
(1) Nasionalisme tiap-tiap negara,
(2) Perbedaan sistem pemerintahan pada tiap-tiap negara,
(3) Perbedaan kepentingan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses harmonisasi antar negara,
(4) Tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi.

Kesimpulan:
Sebagai sebuah negara berkembang yang tidak bisa terlepas dari pengaruh global, dituntut oleh kepentingan sendiri untuk terus merevisi maupun mengadopsi standar internasional sehingga menggairahkan investor asing yang memiliki keinginan untuk beinvestasi di pasar modal kita. Mereka tidak harus dihadapkan pada masalah penyesuaian standar yang berlaku di Indonesia. Begitu pun perusahaan Indonesia yang ingin berspekulasi di dunia pasar modal internasional tidak harus dihadapkan pada persoalan yang sama. Namun proses adopsi (Full Adoption) tetap harus mengakomodasi kepentingan sendiri tanpa harus menghilangkannya.

Sumber :
Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan ISSN 1410 – 1831
”JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN”
The Journal of Accounting and Finance - Volume 14 Nomor 2, Juli 2009

Film Biru di Tengah Sidang Paripurna DPR

Sabtu, 09 April 2011

Sumber: Yahoo News

Sebosan apakah sebuah rapat, dan kegiatan macam apa yang bisa dilakukan untuk melupakan kebosanan itu? Apa pun jawabannya, melihat materi pornografi rasanya bukanlah hal yang pantas dilakukan.

Seorang anggota DPR, di tengah rapat paripurna Jumat (8/4), dipergoki membuka film porno di komputer tabletnya. Di ruang sidang, Ketua DPR Marzuki Alie tengah membacakan hasil sementara sidang paripurna.

Sial baginya, hal itu terintip oleh Mohamad Irfan, fotografer Media Indonesia. Klik, terabadikan sudah aksi sang wakil rakyat. Tentu saja beritanya langsung ditulis di situs Media Indonesia.

Berapa lama sang wakil rakyat menonton? "Kurang lebih semenitan, deh," kata Irfan, fotografer itu, kepada Kompas.com. Obyeknya saat itu duduk di sayap kiri di blok belakang ruang sidang paripurna.

Siapakah dia? Anggota DPR itu adalah Arifinto, bertugas di Komisi V DPR. Kepada Kompas, Arifinto membantah menonton video porno. Politisi PKS itu mengaku menerima email di tabletnya. Saat dibuka, email asing itu hanya berisi tautan yang lalu diklik olehnya. Muncullah gambar itu.

"Mungkin pas gambar keluar, dan pas dipotret wartawan. Pas-pasan aja itu. Cuma sebentar kok, paling hanya beberapa detik, enggak sampai setengah menit. Tahu-tahu beredar gitu," kata Arifinto.

Usai melihat sebentar, wakil dari daerah pemilihan Jawa Barat itu mengaku langsung menghapus pesan tersebut, karena dirasa tak ada gunanya.

Lebih lanjut, Arifinto dilaporkan berkata bahwa ada kemungkinan ia dijebak, mengingat posisinya sebagai anggota Dewan.

PROSES KONVERGENSI PSAK

Sabtu, 12 Maret 2011

ED PSAK O8 (akan berlaku 1 januari 2012)

I. Pendahuluan
International Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan kesepakatan global standar akuntansi yang didukung oleh banyak negara dan badan-badan internasional di dunia. IFRS dijadikan pedoman penyusunan laporan keuangan yang diterima secara global. Karena bersifat global berarti setiap negara dimungkinkan untuk mengadopsikannya atau konvergensi sebaai bagian dari penyesuaian standar yang digunakan negara dimaksud dengan standar yang sudah menjadi kesepakatan global.
Indonesia pun akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti, seperti yang dilansir IAI pada peringatan HUT nya yang ke – 51. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Adopsi penuh IFRS diharapkan memberikan manfaat
1. memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan menggunakan SAK yang dikenal
secara internasional
2. meningkatkan arus investasi global
3. menurunkan biaya modal melalui pasar modal global
dan menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan
Sudah menjadi suatu keharusan bagi sebuah negara untuk mempertanyakan secara kritis, apa sesungguhnya hakikat dari konvergensi. Melalui partisipasi global, IFRS memang diharapkan menjadi standar akuntansi berbasis teori dan prinsip yang memiliki kualitas tinggi. Penerapan standar akuntansi yang sama di seluruh dunia juga akan mengurangi masalah-masalah terkait daya banding (comparability) dalam pelaporan keuangan. Diantara berbagai PSAK yg dikonvergensi yang akan dibicarakan lebih lanjut dalam pembahasan ini adalah ED PSAK 8 (Peristiwa setelah periode pelaporan)
II. Pembahasan
ED PSAK 8 (revisi 2010) tentang Peristiwa Setelah Periode Pelaporan merevisi PSAK 8 tentang Peristiwa Setelah Tanggal Neraca. ED PSAK 8 (revisi 2010)

Secara umum adanya perbedaan antara ED PSAK 8 (revisi 2010): Peristiwa Setelah Periode Pelaporan dengan PSAK 8 (revisi 2003): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca adalah sebagai berikut

Tujuan
01. Tujuan Pernyataan ini adalah untuk menentukan:
(a) kapan entitas menyesuaikan laporan keuangannya untuk peristiwa setelah periode pelaporan; dan
(b) pengungkapan yang dibuat entitas tentang tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit dan peristiwa setelah periode pelaporan.
Pernyataan ini juga mensyaratkan bahwa entitas tidak boleh menyusun laporan keuangan atas dasar kelangsungan usaha jika peristiwa setelah periode pelaporan mengindikasikan bahwa penerapan asumsi kelangsungan usaha tidak tepat.

Ruang lingkup
02. Pernyataan ini diterapkan dalam akuntansi untuk, dan pengungkapan dari, peristiwa setelah periode pelaporan.


Definisi
03. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:

Peristiwa setelah periode pelaporan adalah peristiwa, baik yang menguntungkan (favourable) atau tidak menguntungkan (unfavourable), yang terjadi di antara akhir periode pelaporan dan tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit. Dua jenis peristiwa dapat diidentifikasikan:
(a) peristiwa yang memberikan bukti atas adanya kondisi pada akhir periode pelaporan (peristiwa setelah periode pelaporan yang memerlukan penyesuaian); dan
(b) peristiwa yang mengindikasikan timbulnya kondisi setelah periode pelaporan (peristiwa setelah periode pelaporan yang tidak memerlukan penyesuaian).

Tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit adalah tanggal ketika laporan keuangan sudah final, yang berarti tidak ada lagi koreksi atau penyesuaian setelah tanggal tersebut. Untuk laporan keuangan auditan, tanggal ini adalah tanggal laporan auditor; sementara untuk laporan keuangan yang tidak diaudit, tanggal ini adalah tanggal ketika laporan keuangan selesai disusun oleh manajemen.

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
Peristiwa Setelah Periode Pelaporan yang Memerlukan Penyesuaian
Entitas menyesuaikan jumlah pengakuan dalam laporan keuangan untuk mencerminkan peristiwa setelah periode pelaporan yang memerlukan penyesuaian.

Peristiwa Setelah Periode Pelaporan yang Tidak Memerlukan PenyesuaianEntitas tidak menyesuaikan jumlah pengakuan dalam laporan keuangannya untuk mencerminkan peristiwa setelah periode pelaporan yang tidak memerlukan penyesuaian.

Dividen
Jika setelah periode pelaporan entitas mendeklarasikan dividen untuk pemegang instrumen ekuitas (sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 50 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan), maka entitas tidak mengakui dividen itu sebagai liabilitas pada akhir periode pelaporan.

KELANGSUNGAN USAHA
Entitas tidak menyusun laporan keuangan dengan dasar kelangsungan usaha jika setelah periode pelaporan diperoleh bukti kuat bahwa entitas akan dilikuidasi atau dihentikan usahanya, atau jika manajemen tidak memiliki alternatif lain yang realistis kecuali melakukan hal tersebut.



DAMPAK KONVERGENSI IFRS
1. Perubahan mind stream dari rule-based ke principle-based
2. Banyak menggunakan professional judgement
3. Banyak menggunakan fair value accounting
4. IFRS selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat berbeda dengan IFRS lain
5. Semakin meningkatnya ketergantungan ke profesi lain.
6. Perubahan text-book dari US GAPP ke IFRS.
7. Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global
8. Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.
9. Disisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harg fluktuatif.
10. Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value
11. principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management).
12. Penggunaan off balance sheet semakin terbatas

Sumber:
http://www.iaiglobal.or.id/prinsip_akuntansi