Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

UPSTREAM BUSINESS

Sabtu, 16 Januari 2010

Upstream Directorate of PT PERTAMINA (PERSERO) has now function as a sub-holding responsible for all PERTAMINA portfolio in upstream energy business sector. Resolved to become a world class oil & gas business player, Upstream Directorate has developed Long Term Corporate Planning 2007-2014, aiming for the position of "World Class Diversified Upstream Energy Enterprise" in 2014. The target will be pursued through development phases following strategic policies: "Sustainable Growth through Organic Expansion and Strategic Alliance".


As part of the corporation, Upstream Directorate is assigned to manage business units in upstream energy sector. Its activities include exploration, production, transportation, processing, and power generation from various resources such as oil, gas and geothermal energy, including related activities, domestically as well as internationally. The following are profiles of PERTAMINA subsidiaries in upstream sector of Indonesian energy industry:


1. PT PERTAMINA EP (PEP) stated the vision of "PEP World Class" in 2014. This subsidiary performed the operation of oil & gas activities through exploration and exploitation and sells the produced oil & gas. PEP is also performed other, directly or indirectly supportive activities to reach its goals.

PEP operates most of the Working Area of PT PERTAMINA (PERSERO) since its establishment on 17 September 2005 which includes working areas operated under TAC (Technical Assistance Contract, totally 33 contracts) and JOB EOR (Joint Operating Body - Enhanced Oil Recovery, of 3 contracts).


2. PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY (PGE) is the subsidiary to operate PERTAMINA geothermal energy business. Currently PGE operates 15 geothermal mining working areas which contain reserves amounting to 8.480 MW while the installed capacity is currently 852 MW.

Its business development toward 2014 vision of: "World Class Geothermal Energy Enterprise", PGE is aiming to become the world's 3rd largest geothermal producer with production capacity of 1035 MW.


3. PT PERTAGAS is PERTAMINA subsidiary in executing gas business that includes gas trading, transportation, distribution, processing and other natural gas related businesses.

To clearly define its goals and existence, PT PERTAGAS has stated its mission as "Conducting natural gas business and the related business, professionally, to provide added values to its stakeholders, environmentally perceptive, prioritize on health, safety and excellence." In 2014, PT PERTAGAS is targeting to become world class gas enterprise that actively and integrally involved in all sector of gas business gas, well respected and become the market leader in the business, domestically as well as internationally.


4. PT PERTAMINA HULU ENERGI (PHE) is the subsidiary of PT PERTAMINA (PERSERO) to manage upstream portfolio of oil, gas and other energy sector. PHE future activities are designed in accordance to its 2014 vision: "Respectable Multinational Upstream Energy Company".

PHE main task is to manage and develop oil and gas upstream portfolios which has been or will be executed through partnership schemes such as JOB-PSC, IP/PPI, BOB or any other form of partnership, domestically as well as internationally. The task is expressed in PHE mission statement as follow: To execute operational management and upstream sector's portfolio of oil, gas and other primary energy businesses, flexibly, actively, and highly profitable, to provide added value to its stakeholders.


5. Drilling Services Hulu (DS) is currently one of Upstream Directorate's Strategic Business Unit (SBU) that manage the services of drilling and work-over activities. DS is being prepared to become the next subsidiary of PERTAMINA in the same activities.

Initially DS is the drilling department of the former Exploration & Production Directorate of PERTAMINA. Based on the decree of PERTAMINA President & CEO No. Kpts-081/C00000/2006-S0 dated 17 July 2006, DS was re-attached as a SBU to the organization of Upstream Directorate in order to its establishment as a subsidiary.


6. Exploration and Production Technology Center (EPTC) was established on 27 September 2006. Its activities are focused on the development and innovation on earth sciences and technology, to support PERTAMINA exploration and production activities by providing reliable, responsive and effective, end-to-end EP technology solution.

EPTC stated its 2014 vision as: "The Center of Excellence on Upstream Technology which have the capability of a World Class EP Technology." The implementation of the vision includes the achievement of world class standard on information system management, HRD management, Technology Center Facilities, technological capabilities and In-house Software Proprietary.
http://www.pertamina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3192&Itemid=665

BI Telah Memberikan Laporan

Sabtu, 26 Desember 2009 | 08:12 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Bank Indonesia mendesak pihak berwajib dapat segera menangkap mantan Komisaris Bank Century Rafaat Ali agar segala penipuan terkait dengan bank itu dapat diungkap. BI telah melaporkan Rafaat, mantan Komisaris Utama Bank Century Robert Tantular, dan pemegang saham pengendali lainnya kepada pihak berwajib.

Hal itu disampaikan Direktur Perencanaan Strategis dan Humas Bank Indonesia Dyah NK Makhijani di Jakarta, Jumat (25/12/2009). ”Rafaat bersama dengan Robert Tantular dan pemegang saham pengendali lainnya harus mempertanggungjawabkan berbagai fraud yang terjadi di Bank Century,” kata Dyah.

Sementara itu, Rafaat menegaskan bahwa ia tidak berniat kembali ke Indonesia. Untuk membersihkan namanya, ia lebih memilih melalui pengacara. ”Langkah legal action adalah pilihan terbaik. Itu yang tengah saya lakukan sekarang di Indonesia,” ujarnya saat ditemui Kompas, Rabu lalu di Singapura.

Rafaat bahkan menuturkan, Robert Tantular, yang kini menjadi terpidana kasus penggelapan dana di Bank Century, sangat dekat dengan beberapa pejabat di Bank Indonesia (BI). Bahkan, menurut dia, Robert mengaku telah membiayai kampanye seorang pejabat BI untuk sebuah posisi di BI.

Menanggapi pernyataan Rafaat, Dyah mengaku tidak memahami pernyataan Rafaat itu. ”Rafaat harus hati-hati untuk tidak melemparkan tuduhan-tuduhan adanya hubungan-hubungan khusus itu tanpa bukti-bukti. Tuduhan tanpa bukti akan menjadi fitnah bagi mantan pejabat-pejabat tersebut,” kata Dyah.

Bank Century adalah bank hasil merger Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac. Menurut Rafaat, sejak CIC dimerger menjadi Bank Century, ia tak lagi menjadi bagian dari pengambil keputusan di bank yang kini berganti nama menjadi Bank Mutiara itu.

Rafaat mengaku bahwa saham pribadinya di bank itu hanya 0,5 persen. Namun, total dana yang dikelolanya sebagai pengelola dana (fund manager) yang tertanam di saham Bank Century setara dengan 15 persen saham.

Berdasarkan perhitungan Rafaat, pemilik saham Bank Century lainnya adalah Hesyam Al Waraq, asal Arab Saudi, 9-10 persen; kepemilikan saham publik 40 persen; sisanya, sekitar 35 persen, dimiliki Robert Tantular.

Namun Rafaat mengingatkan, ada kemungkinan saham publik di bank itu dikuasai kroni dan keluarga Robert. Alasannya, tidak ada masyarakat yang mengaku pemilik saham yang memprotes pengelolaan bank yang hancur.

”Saat ini banyak demonstrasi, tetapi bukan dari pemegang saham, melainkan mahasiswa. Logikanya, jika saham publik 40 persen, akan banyak yang protes kepada Robert,” ujar Rafaat.

Dengan kepemilikan saham yang dominan, kata Rafaat, Robert menjadi pengelola dan penguasa satu-satunya di Bank Century. ”Saya ada kendala bahasa sehingga kalaupun ikut pertemuan dengan direksi Century, saya tak mengerti apa yang mereka putuskan. Dengan demikian, Robert-lah satu-satunya orang yang mengoperasikan Century,” katanya.

Karena itu, Rafaat mengaku tidak tahu-menahu soal reksa dana Antaboga yang diterbitkan Robert. ”Saya sama sekali tidak mengetahui keberadaan produk investasi itu,” ujarnya.

Rafaat merasa menjadi korban kekisruhan di Century. Korban lain, kata dia, adalah mantan Gubernur BI Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, padahal keduanya profesional yang mengambil keputusan sesuai dengan kondisi saat harus menyelamatkan Century pada 21 November 2008.

Rafaat memastikan, Boediono ataupun Sri Mulyani tidak akan mungkin mengetahui rekayasa letter of credit (L/C) yang diduga telah dilakukan Robert hingga dana yang dilarikan diperkirakan Rp 7 triliun. (OIN/FAJ)

Ini Dia Pemberi Untung Terbesar di Bursa

Rabu, 23 Desember 2009 | 10:55 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Perdagangan di Bursa Efek Indonesia tahun ini akan segera berakhir. Sebagian investor tersenyum gembira lantaran bisa meraup untung besar dari kenaikan harga saham yang mereka genggam sejak awal tahun.

Saham-saham apakah yang berhasil memberikan keuntungan atau gain terbesar kepada para investor sepanjang tahun ini? Berdasarkan data Bloomberg, sejak awal 2009, rata-rata harga saham-saham papan atas (blue chips) sudah melesat 100 persen. Ini adalah kelompok saham-saham yang paling aktif diperdagangkan dengan nilai kapitalisasi pasar di atas Rp 10 triliun.

PT Gudang Garam Tbk (GGRM) merupakan saham papan atas yang mencatat lonjakan harga tertinggi, yakni 376,47 persen, tahun ini. Saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mengikuti masing-masing dengan kenaikan 262,90 persen dan 252,58 persen.

Namun, kinerja saham-saham lapis kedua jauh lebih mentereng. Sebut saja saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) yang harganya melambung 805,26 persen atau saham PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) yang melonjak 492,16 persen.

Para analis menilai, sebagian besar harga saham di bursa melambung tinggi lantaran pada akhir 2008 harga saham-saham memang longsor hebat tersengat krisis global.
Kepala Riset Finan Corpindo Nusa Edwin Sebayang melihat, saham sektor pertambangan melonjak cukup tinggi tahun ini karena harga komoditas membaik. "Investor juga tertarik karena melihat likuiditas saham komoditas di pasar yang tinggi," katanya.

encemYang pasti, kebangkitan saham-saham blue chips ikut menopang laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Selama tahun ini hingga kemarin (22/12), IHSG telah menguat 80 persen. Ari Pitoyo, Kepala Riset Mandiri Sekuritas menambahkan, saham-saham blue chips itu bisa bertahan lantaran kinerja mereka stabil dalam lima tahun terakhir. Selain itu, emiten blue chips berasal dari sektor "seksi" seperti, komoditas dan konsumsi. Dengan fundamental bagus, saham ini menjadi rebutan investor.

Kepala Riset Valbury Asia Securities, Krishna Dwi Setiawan mengingatkan, kenaikan harga saham lapis kedua juga menarik dicermati. Misalnya, saham SMMA yang kinerjanya mengkilap. Juga, saham perusahaan alat berat seperti PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA) dan PT United Tractors Tbk (UNTR). (Sandy Baskoro, Veby Mega/Kontan)