Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Aspek Moral dan Etika

Kamis, 06 Januari 2011

oleh
Prof. Dr. Sumaryo Suryokusumo, S.H., LL.M.

Moral dan etika pada hakekatnya merupakan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menurut keyakinan seseorang atau masyarakat dapat diterima dan dilaksanakan secara benar dan layak. Dengan demikian prinsip dan nilai-nilai tersebut berkaitan dengan sikap yang benar dan yang salah yang mereka yakini. Etika sendiri sebagai bagian dari falsafah merupakan sistim dari prinsip-prinsip moral termasuk aturan-aturan untuk melaksanakannya. Dalam hukum internasional moral dan etika tersebut dikaitkan pada kewajiban subyek hukum internasional antara lain seperti negara untuk melaksanakan dengan etikat baiknya ketentuan-ketentuan di dalam hukum internasional tersebut yang merupakan perangkat prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang pada umumnya sudah diterima dan disetujui oleh masyarakat internasional.2 Sehubungan dengan hal itu, hukum internasional memberikan dasar hukum bagi pengelolaan secara tertib dalam hubungan internasional.
Negara sebagai subyek hukum internasional dan sebagai anggota masyarakat internasional sudah tentu harus menghormati dan melaksanakan bukan saja aturan hukum kebiasaan internasional (rules of customary international law) yang sudah merupakan aturan-aturan hukum yang sudah diterima oleh masyarakat internasional secara luas, tetapi juga prinsip-prinsip hukum internasional yang tersusun dalam instrumen-instrumen internasional di mana negara tersebut menjadi pihak. Aturan-aturan hukum kebiasaan internasional tersebut merupakan praktek praktek umum yang sudah diterima oleh semua negara sebagai hukum yang hampir semuanya terdiri dari elernen-elemen yang bersifat konstitutif. Praktek-praktek negara tersebut bersifat tetap dan seragam dan membentuk suatu kebiasaan. Praktek-praktek tersebut telah meningkat pelaksanaannya secara universal karena banyak negara lagi yang telah menggunakannya sebagai kebiasaan. Sebelum hukum dibuat oleh negara maka dalam mengatur hubungan internasional telah digunakan kebiasaan-kebiasaan. Sebelum kebiasaan itu menjadi hukum maka kebiasaan itu harus berlangsung dalam waktu yang cukup lama agar dapat memperoleh persetujuan bersama dari anggota masyarakat internasional. Kebiasaan sebagai suatu sumber hukum internasional pada umumnya telah diterima dan diakui oleh para ahli hukum baik dari dunia Barat maupun dunia Timur. Menurut pandangan Mahkamah
Internasional untuk menjadikan suatu aturan hukum kebiasaan internasional, memang diperlukan suatu masa yang cukup panjang, dimana kepentingan negara-negara akan terpengaruh secara khusus dan aturan-aturan tersebut dikenakan secara luas dan seragam. Mengenai kekuatan mengikat hukum internasional kepada negara sangat didasarkan atas adanya kesepakatan (consent) negara tersebut untuk menerima prinsipprinsip dan aturan yang ada di dalamnya. Aturan-aturan (rules of conduct) itu menjadi hukum ketika telah diterima sebagai kekuatan yang mengikat diantara para pihak. Dengan demikian tidak dijumpai kesulitan terhadap perjanjian-perjanjian atau konvensi-konvensi resmi karena para pihak telah menyatakan kesepakatannya untuk mengikatkan diri pada instrumen-instrumen internasional tersebut. Dalam membicarakan aspek moral dan etika dalam penegakan hukum
Internasional akan dipusatkan pada beberapa permasalahan pokok sebagai berikut:

(i) Kewajiban Negara untuk melaksanakan perjanjian internasional yang sudah
disetujuinya dengan etikat baik.
(ii) Kewajiban internasional yang harus dilaksanakan baik oleh Negara anggota
maupun bukan anggota PBB.
(iii) Negara bukan pihak perjanjian internasional tetapi mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan perjanjian tersebut.
(iv) Kewajiban Negara terhadap hukum kebiasaan internasional.
(v) Negara tidak diperbolehkan untuk tidak melaksanakan perjanjian internasional yang
telah disetujuinya dengan alasan peraturan perundang-undangan nasionalnya.
(vi) Kewajiban semua Negara untuk melaksanakan keputusan Dewan Keamanan baik
Negara anggota maupun bukan anggota PBB.
(vii) Kewajiban Negara-negara untuk melaksanakan keputusan Mahkamah Internasional
mengenai pertikaian masalah yang mereka ajukan ke Mahkamah tersebut.
(viii) Kewajiban Negara untuk Melaksanakan Perjanjian Internasional yang Sudah
Diratifikasinya.

Memaknai Implementasi Pasar Bebas

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized
Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs
Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. penjualan produk antar negara tanpa pajak
ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaanperusahaan yang berada di negara yang berbeda. Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semuha hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaanperusahaan besar.

Sejarah Pasar Bebas
Sejarah dari perdagangan bebas internasional adalah sejarah perdagangan internasional
memfokuskan dalam pengembangan dari pasar terbuka. Diketahui bahwa bermacam kebudayaan yang makmur sepanjang sejarah yang bertransaksi dalam perdagangan. Berdasarkan hal ini, secara teoritis rasionalisasi sebagai kebijakan dari perdagangan bebas akan menjadi menguntungkan ke negara berkembang sepanjang waktu. Teori ini berkembang dalam rasa moderennya dari kebudayaan komersil di Inggris, dan lebih luas lagi Eropa, sepanjang lima abad yang lalu. Sebelum kemunculan perdagangan bebas, dan keberlanjutan hal tersebut hari ini, kebijakan dari merkantilisme telah berkembang di Eropa di tahun 1500. Ekonom awal yang menolak merkantilisme adalah David Ricardo dan Adam Smith.
Ekonom yang menganjurkan perdagangan bebas percaya kalau itu merupakan alasan kenapa
beberapa kebudayaan secara ekonomis makmur. Adam Smith, contohnya, menunjukkan kepada peningkatan perdagangan sebagai alasan berkembangnya kultur tidak hanya di Mediterania seperti Mesir, Yunani, dan Roma, tapi juga Bengal dan Tiongkok. Kemakmuran besar dari Belanda setelah menjatuhkan kekaisaran Spanyol, dan mendeklarasikan perdagangan bebas dan kebebasan berpikir, membuat pertentangan merkantilis/perdagangan bebas menjadi pertanyaan paling penting dalam ekonomi untuk beberapa abad. Kebijakan perdagangan bebas telah berjibaku dengan merkantilisme, proteksionisme, isolasionisme, komunisme dan kebijakan lainnya sepanjang abad.

Pro-kontra perdagangan bebas
Banyak ekonom yang berpendapat bahwa perdagangan bebas meningkatkan standar hidup
melalui teori keuntungan komparatif dan ekonomi skala besar. Sebagian lain berpendapat bahwa perdagangan bebas memungkinkan negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang dan merusak industri lokal, dan juga membatasi standar kerja dan standar sosial. Sebaliknya pula, perdagangan bebas juga dianggap merugikan negara maju karena ia menyebabkan pekerjaan dari negara maju berpindah ke negara lain dan juga menimbulkan perlombaan serendah mungkin yang menyebabkan standar hidup dan keamanan yang lebih rendah. Perdagangan bebas dianggap mendorong negara-negara untuk bergantung satu sama lain, yang berarti memperkecil kemungkinan perang.

Contoh benturan kepentingan antara pegawai dan perusahaan:

Rabu, 05 Januari 2011

• Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
• Contoh : tugas untuk dinas ke luar kota atau luar negeri, namun hal tersebut justru dimanfaatkan untuk wisata bersama keluarga.
• Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
• Contoh : seorang chef restoran memberitahukan resep masakan ke pihak lain (restoran lain).
• Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi.
• Contoh : karyawan menjual barang dagangan dengan harga yang melebihi harga standar perusahaan.
• Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga .
• Contoh : seorang pimpinan perusahaan, memberikan sanksi ringan atau bahkan tidak memberikan sanksi kepada karyawan yang berbuat salah, hanya karena karyawan tersebut masih family.
• Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
• Contoh: seorang manajer misalnya, menerima keponakannya atau siapa saja yang masih keluarga, untuk bekerja di perusahaannya, walaupun kemampuan keluarga tersebut tidak memenuhi.