Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

BBJ dan Edukasi Publik

Rabu, 22 Desember 2010

Perdagangan berjangka terasa awam di telinga saya. Sebagai mahasiswa semester VII sebuah Perguruan Tinggi swasta di Jakarta, saya berkeinginan untuk mengetahui ikwal transaksi “untuk masa depan” (futures) ini secara lebih mendalam. Sayang, usaha mencari informasi kesana kemari, tidak banyak hal saya peroleh. Literatur yang saya dapat dari pustaka kampus tidak banyak menolong saya untuk memahami lebih detail.
Pencarian referensi melalui dunia maya, ahkirnya mengantarkan saya pada website Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Literatur dunia maya ini sekurang-kurangnya menjadi guidance bagi saya, meski terbatas, untuk mengenal seluk beluk apa yang disebut transaksi derivatif futures dan foward ini.
Pencarian pertama saya pada website BBJ adalah keingintahuan tentang apa yang disebut dengan perdagangan berjangka derivatif atas kontrak dengan pokok atau subjek komoditas seperti kopi, lada, jagung, minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/cpo), dan kakao. Pada pencarian informasi itu, akhirnya saya peroleh apa yang disebut olein, sebuah produk turunan dari CPO yang ternyata kontrak berjangkanya ditransaksikan di BBJ.
Namun, sebelum lebih jauh mendalami hal-hal teknis tentang perdagangan berjangka yang tersedia di BBJ, saya kemudian tertarik untuk membandingkan, sekurang-kurangnya mencocokan apa yang saya peroleh dalam literatur pustaka kampus dengan praktik transaksinya di BBJ. Pendapat umum yang mengatakan pengetahuan akademis yang dipelajari belum tentu selalu sama dengan praktik di dunia nyata, menjadi dasar saya untuk upaya pembandingan itu. Namun demikian, tidak banyak menolong. Pengetahuan yang saya peroleh di kampus tentang adanya korelasi antara transaksi derivatif yang berlangsung pada pasar kedua (sekunder) dengan aktivitas atau transaksi yang terjadi di pasar pertama (primer) atau yang disebut spot market, ternyata tidak mudah untuk diperbandingkan dengan transaksi yang berlaku di BBJ.
Lagi-lagi upaya membandingkan itu mengantarkan saya pada dua artikel, yang hemat saya ditulis oleh orang yang berpengetahuan luas tentang perdagangan berjangka. Tulisan pertama dibuat oleh Prof Roy Sembel, yang kalau tidak salah, pada waktu menulis artikel itu sedang menjabat sebagai Dekan di sebuah universitas swasta di Jakarta. Belakangan saya tahu, Prof Roy Sembel kini menjabat sebagai salah satu Direktur BBJ. Artikel kedua ditulis Hasan Zein Mahmud, yang pada waktu menulis menjabat sebagai Dirut BBJ. Jujur saya lupa judul dua artikel itu. Namun, sebagai mahasiswa tulisan kedua pakar itu sangat membantu saya untuk mengenal seluk-beluk perdagangan berjangka secara lebih baik.

Korelasi Pasar
Pengetahuan yang saya peroleh di kampus tentang korelasi pasar primer dan sekunder, misalnya, cukup jelas dipaparkan Hasan Zein Mahmud dalam tulisannya. Disebutkan, likuiditas transaksi di pasar sekunder tidak akan tercipta jika tidak ada likuiditas serupa di pasar primer. Perbandingannya paralel dan harus berkorelasi positif. Itu sebabnya, saya kemudian menjadi paham mengapa kontrak berjangka olein yang ditransaksikan di BBJ tidak likuid. Sebab, aktivitas transaksi di pasar spot atau pasar primer olein tersebut juga tidak likuid. Artinya, bagi mereka yang mau mentransaksikan kontrak berjangka (futures dan foward) otomatis mengacu pada pergerakan harga di pasar primer olein itu. Dengan demikian saya menjadi paham bahwa likuiditas pasar sekunder kontrak berjangka ternyata ditentukan oleh pasar primernya.
Pada tulisan Prof Roy Sembel cukup membantu saya memahami perlunya transaksi kontrak berjangka dalam kaitan dengan upaya lindung nilai atau hedging. Dalam artikel itu disebutkan, pada dasarnya transaksi kontrak berjangka yang sering disebut derivatif memiliki tiga tujuan yang sama pentingnya. Pertama, semua orang yang memiliki persediaan komoditas seperti, katakanlah kopi, kakao, atau CPO harus menjaga agar nilai dari komoditas –komoditas itu tidak merosot. Nilai komoditas erat kaitannya dengan harga komoditas itu di pasar. Dengan begitu, bagi yang memiliki persediaan selalu bisa memanfaatkan bursa untuk melakukan transaksi derivatif dengan tujuan lindung nilai. Jika dia yakin harga kopi miliknya di gudang akan turun satu bulan ke depan, maka orang itu harus menjual saja kontraknya di bursa dengan volume yang sama dengan kopinya di gudang tanpa perlu menjual secara fisik kopi miliknya. Satu bulan berikut apabila benar harga kopi di pasar turun dia tidak rugi. Sebab, kopi fisik masih tersedia di gudang sedangkan kopi dalam kontraknya sudah terjual. Dengan begitu orang ini sudah berhasil melindungi nilai persediaan kopinya.
Tujuan kedua dari transaksi derivatif kontrak berjangka adalah menjadikannya harga yang tercipta di bursa sebagai harga acuan atau reference price. Bagi para produsen maupun konsumen harga acuan ini penting untuk menentukan operasional perusahan sebagai posisinya apakah sebagai produsen atau konsumen. Tujuan ketiga adalah investasi. Bagi banyak orang memanfaatkan perubahan harga komoditas yang tidak menentu memberi peluang meraih keuntungan.
Oleh karena itu, sebagai mahasiswa yang cukup serius berminat pada perdagangan berjangka, kehadiran bursa ini terasa sangat penting. Apalagi dengan hadirnya Prof Roy Sembel sebagai salah satu pengurus teras BBJ, saya mengharapkan aspek edukasi bagi masyarakat umum, juga mahasiswa bisa lebih giat lagi.
Sekedar perbandingan, saya kemudian menjadi mahfum bahwa keberhasilan sebuah bursa berjangka di sebuah negara ternyata harus butuh proses yang panjang. Bursa Malaysia membutuhkan waktu hampir 30 tahun baru menjadi bursa yang cukup likuid mentransaksikan kontrak berjangka CPO. Demikian juga bursa berjangka di Amerika juga Belanda membutuhkan waktu yang tidak sedikit. BBJ baru berumur 10 tahun, hemat saya terlalu berlebihan jika memaksanya untuk segera menjadi hebat. Namun, melalui gebrakan direksi yang ada harapan masyarakat bisa menjadi kenyataan agar BBJ segera menjadi tempat acuan harga sejumlah komoditas. Namun, sebagai mahasiswa saya tetap beranggapan bahwa edukasi dan sosialisasi menjadi faktor kunci agar perdagangan berjangka diterima di masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar